Perbedaan Cyberlaw di
Indonesia, Amerika, Australia
dan Negara Eropa
Pendahuluan
Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia cyber (cyberspace) tidak dapat diatur. Cyberspace adalah
dunia maya dimana tidak ada lagi batas ruang dan waktu. Padahal ruang dan waktu
seringkali dijadikan acuan hukum. Jika seorang warga Indonesia melakukan transaksi
dengan sebuah perusahaan Inggris yang menggunakan server di Amerika, dimanakah
(dan kapan) sebenarnya transaksi terjadi? Hukum mana yang digunakan?
Teknologi digital
yang digunakan untuk mengimplementasikan dunia cyber memiliki kelebihan dalam
hal duplikasi atau regenerasi. Data digital dapat direproduksi dengan sempurna
seperti aslinya tanpa mengurangi kualitas data asilnya. Hal ini sulit dilakukan
dalam teknologi analog, dimana kualitas data asli lebih baik dari duplikatnya.
Sebuah salian (fotocopy) dari dokumen yang ditulis dengan tangan memiliki
kualitas lebih buruk dari aslinya. Seseorang dengan mudah dapat memverifikasi
keaslian sebuah dokumen. Sementara itu dokumen yang dibuat oleh sebuah
wordprocessor dapat digandakan dengan mudah, dimana dokumen “asli” dan
“salinan” memiliki fitur yang sama. Jadi mana dokumen yang “asli”? Apakah
dokumen yang ada di disk saya? Atau yang ada di memori komputer saat ini? Atau
dokumen yang ada di CD-ROM atau flash disk? Dunia digital memungkinkan kita
memiliki lebih dari satu dokumen asli.
Seringkali transaksi yang resmi membutuhkan tanda tangan untuk
meyakinkan keabsahannya. Bagaimana menterjemahkan tanda tangan konvensional ke
dunia digital? Apakah bisa kita gunakan tanda tangan yang di-scan, atau dengan
kata lain menggunakan digitized signature? Apa bedanya digitized
signature dengandigital signature dan
apakah tanda tangan digital ini dapat diakui secara hukum?
Tanda tangan ini sebenarnya digunakan untuk memastikan identitas.
Apakah memang digital identity seorang
manusia hanya dapat diberikan dengan menggunakan tanda tangan? Dapatkah kita
menggunakan sistem biometrik yang dapat mengambil ciri kita dengan lebih
akurat? Apakah e-mail, avatar, digital dignature, digital certificate dapat
digunakan sebagai identitas (dengan tingkat keamanan yang berbeda-beda
tentunya)?
Semua contoh-contoh (atau lebih tepatnya pertanyaan-pertanyaan)
di atas menantang landasan hukum konvensional. Jadi, apakah dibutuhkan sebuah
hukum baru yang bergerak di ruang cyber, sebuah cyberlaw? Jika dibuat sebuah
hukum baru, manakah batas teritorinya? Riil atau virtual? Apakah hukum ini
hanya berlaku untuk cybercommunity –
komunitas orang di dunia cyber yang memiliki kultur, etika, dan aturan sendiri
– saja? Bagaimana jika efek atau dampak dari (aktivitas di) dunia cyber ini
dirasakan oleh komunitas di luar dunia cyber itu sendiri?
Atau apakah kita
dapat menggunakan dan menyesuaikan hukum yang sudah ada saat ini?
Kata “cyber” berasal dari
“cybernetics,” yaitu sebuah bidang
studi yang terkait dengan komunikasi dan pengendalian jarak
jauh. Norbert Wiener merupakan orang pertama yang mencetuskan kata tersebut.
Kata pengendalian perlu mendapat tekanan karena tujuannya adalah “total
control.” Jadi agak aneh jika asal kata cyber memiliki makna dapat dikendalikan
akan tetapi dunia cyber tidak dapat dikendalikan.
Posting by : Dhendy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar